Pt Freeport Indonesia, Mengapa Merepotkan Kita?

Ketua DPC SPSI Kimia Energi dan Pertambangan Kabupaten Mimika mengatakan, sebanyak 300 karyawan PT Freeport Indonesia (PT FI) berangkat ke Jakarta memakai pesawat Air Fast untuk melaksanakan agresi lanjutan pada 9 Januari 2014 di Kementerian ESDM, Menakertrans dan Komisi 9 dewan perwakilan rakyat RI dalam rangka menolak penerapan UU No. 4 Tahun 2009 perihal Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Aksi tersebut merupakan agresi lanjutan akhir rencana implementasi UU No. 4 Tahun 2009 perihal Minerba yang mengharuskan perusahaan untuk membangun Smelter.
Baca Juga
Freeport Selalu Untung
PT Freeport Indonesia bertahun-tahun telah mernikmati pengerukan mineral ore atau konsentrat mineral yang berkapal-kapal diangkut ke AS dengan alasan belum ada smelter atau sarana pengolahan dan pemurnian. Mineral Ore atau konsentrat mineral tersebut pada hakikatnya selain mengandung tembaga juga diyakini mengandung emas dan sangat mungkin uranium.
Semua perusahaan penambangan baik PMA maupun PMDN menghindari kewajiban membangun smelter dan mengekspor pribadi mineral ore atau konsentrat mineral ke negerinya. Banyak perusahaan tambang PMDN yang kerjanya hanya mengumpulkan/membeli mineral ore atau konsentrat mineral dari pemegang kontrak karya dan pemegang Izin Usaha Penambangan (IUP), selanjutnya sehabis terkumpul menjualnya ke luar negeri.
Kementerian ESDM sesuai amanat UU Minerba menegaskan bahwa pada tamat tahun 2013 akan mengeluarkan PP yang menyatakan UU No 4 Tahun 2009 semenjak tanggal 12 Januari 2014 akan diberlakukan, yaitu: Pertama, ekspor mineral ore atau konsentrat mineral dilarang. Kedua, ekspor hasil tambang hanya diizinkan sehabis diolah dengan smelter di Indonesia
Kebijaksanaan dan keputusan ini mengakibatkan reaksi keras, yang diperkirakan alasannya ialah pertama, PT Freeport dan juga PT Newmont Indonesia (PMA dari AS) akan kehilangan peluang 'mencurinya secara terselubung'. Pertama, kedua perusahaan tersebut kehilangan kesempatan mengolah mineral ore atau konsentrat mineral yang pribadi diangkut dari Indonesia, di mana didalamnya selain tembaga juga emas dan diduga materi mineral penting lainnya, contohnya uranium.
Kedua, perusahaan tambang PMDN, harus mengurangi jumlah buruhnya alasannya ialah harus mengurangi produksinya yang selama ini bisa dijual pribadi dalam bentuk mineral ore atu konsentrat mineral pribadi keluar negeri atau tengkulak. Ketiga, baik perusahaan PMA dan PMDN telah memakai dilema perburuhan untuk menekan Pemerintah semoga pelaksanaan UU No 4 Tahun 2009 ditunda. Mereka mengancam PHK akan banyak dilakukan dan pengangguran tenaga buruh akan terjadi. Keempat, agresi buruh PT Freeport Indonesia yang dengan biaya besar mengirim massa buruh ke Jakarta, sanggup diterjemahkan sebagai upaya untuk menekan Pemerintah dengan mengangkat sentimen kedaerahan.
Kelima, perusahaan PMA asal AS (Freeport dan Newmont) menolak pembangunan smelter, alasannya ialah peluang untuk mengangkut mineral ore atau konsentrat mineral ke AS hilang. Keenam, perusahaan PMDN menolak pembangunan smelter alasannya ialah sangat mahal dan biaya operasionalnya tinggi, alasannya ialah mengkonsumsi tenaga listrik yang besar, walaupun hal ini sanggup dibantah alasannya ialah PT Inco Soroaco telah membangun Pusat Tenaga Listrik sendiri semenjak tamat tahun 1970. Ketujuh, apabila penambang minerba harus membangun smelter dan beroperasi disangsikan PLN akan bisa men-supply tenaga listrik yang diperlukan.
Dalam perkembangan terakhirnya, Pemerintah sesuai amanat UU harus melaksanakan UU No 4 Tahun 2009, bahwa eksploitasi Sumber Daya Minerba harus dipakai smelter. Disamping itu, Presiden SBY telah menanda tangani PP No 1 Tahun 2014 pada tanggal 11 Januari 2014 malam sebagai pelaksana UU No 4 Tahun 2009.
Isi PP No 1 Tahun 2014 belum diumumkan, namun diperkirakan mengandung ketentuan-ketentuan pokok yang sudah banyak tersiar sebelumnya, yaitu sebagai berikut: Pertama, sesuai jenisnya ekspor mineral ore masih diizinkan sepanjang mengandung jumlah prosentase mineral yang cukup, yang tergantung pada macam mineral yang akan di ekspor dengan prosentase yang diizinkan tidak sama. Mineral Ore hasil produksi Freeport dan Mewmont masih boleh diekspor pribadi alasannya ialah mengandung kandungan tembaga diatas 30 %. Kedua, smelter harus dibangun dalam tiga tahun, dimana tuntas pada 2017. Ketiga, perusahaan (baik PMA maupun PMDN) yang pada tahun 2017 belum membangu smelternya, izin kontraknya (Kontrak Karya) atau Ijin Usaha Pertambangannya (IUP) akan dicabut.
Memancing Tanggapan
Situasi yang terjadi dalam pelaksanaan UU Minerba telah memancing jawaban yaitu pertama, di dalam negeri dilema perburuhan mengarah sudah menjadi unsur penekan dalam perumusan kecerdikan politik. Kedua, Presiden dan Pemerintahan RI yang gres yang akan terbentuk sehabis Oktober 2014 akan menghadapi kiprah mentuntaskan kelanjutan dilema ini. Ketiga, menunda pembangunan smelter (diperkiraan tiga tahun) dengan bahaya pada tahun 2017 perusahaan pertambangan yang belum membangun smelter akan dicabut kontak arya atau IUP-nya.
Dalam pedoman yang strategis, Pemerintah harus tegas dan konsekuen dalam melaksanakan UU Minerba, alasannya ialah sejatinya pelaksanaan UU ini bergotong-royong memperlihatkan bagaimana dignity kita dalam melindungi dan mengamankan ketahanan energi (energy security) ke depan, alasannya ialah jangan hingga dilupakan dilema ketahanan energi, ketahanan pangan dan air higienis beberapa tahun ke depan akan memilih sebuah negara kondusif atau chaos, masih ada atau bubar bahkan akan menjadi faktor penting terjadinya perang dunia. Kita lihat saja.
*) Masdarsada ialah alumnus pasca sarjana Kajian Strategik Intelijen (KSI), Universitas Indonesia.
Sumber detik.com