Pemerintah Harus Konsekuen Terapkan Uu Minerba

Yang menjadi duduk masalah yakni selama kurun waktu 5 tahun (dari 2009 s/d 2014) hampir tidak ada perusahaan swasta yang membangun smelter dan hal ini lolos dari pengawasan pemerintah, bahkan terkesan pemerintah melaksanakan proses pembiaran. Akibatnya hampir tidak ada perusahaan yang siap mengolah sendiri hasil tambang mineral, kalau peraturan itu tetap dilaksanakan sejumlah perusahaan terancam gulung tikar dan balik mengamcam akan melaksanakan pemutusan eksekusi kerja (PHK) sebab perusahaan kehilangan pendapatan.
Rencana penerapan ekspor mineral mentah tersebut menerima perlawanan dari para pekerja tambang sebab dianggap akan menciptakan jutaan pekerja tambang terancam terkena PHK. Pada 2 Januari 2014 penggagas dan pekerja tambang menggelar agresi solidaritas di Tugu Proklamasi Jakarta.
Baca Juga
Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) melalui Sekretaris Daerah Ir Musyafirin, dikala berdialog dengan aliansi organisasi Pemuda Sumbawa Barat, menyatakan Pemkab SB menolak penerapan pemberlakuan UU Minerba nomor 4 tahun 2009 pada tanggal 12 Januari 2014. Menurutnya, pelarangan ekspor bijih mineral mentah terhitung pada 12 Januari 2014 sama artinya dengan menutup tambang Batu Hijau, dan kondisi ini akan kuat jelek bagi masyarakat.
Pelarangan ekspor bijih mineral mentah akan menjadikan perusahaan melaksanakan skenario penurunan produksi. Itu berarti akan terjadi pengurangan aktivitas, pengurangan belanja, pengurangan tenaga kerja, dan dampaknya akan sangat jelek bagi kondisi sosial ekonomi masyarakat KSB. KSB yang selama ini kondusif akan mulai terancam dengan aksi-aksi kriminal, masyarakat akan shock dan merasa tidak kondusif jiwa dan harta. Maka menjadi kiprah Pemkab Sumbawa Barat untuk mencegah hal-hal negatif itu terjadi.
Sementara itu Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA), Syahrir AB menegaskan pihaknya bersama perusahaan dan individu serta asosiasi pekerja akan mengajukan judical review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait UU No.4 tahun 2009 perihal Minerba. Salah satu pasal yang akan diuji yakni pasal 5 ayat (2). Namun sebelumnya pihaknya akan meminta ajaran ke Mahkamah Agung (MA) bahwa UU No.4 tahun 2009 isinya tidak ada larangan ekspor, yang ada hanya pengendalian dan bukan pelarangan ekspor ibarat yang dikemukakan pemerintah.
Semangat UU tersebut sangat manis untuk melindungi kekayaan alam negeri ini yang berlimpah dari gerogotan korporasi asing. UU ini sangat manis untuk mendongkrak nilai tawar industri pertambangan Indonesia yang selama ini terus berada dalam dikte perusahaan asing. Seharusnya selama masa transisi kurun waktu 5 tahun, pemerintah tidak tinggal membisu saja.
Pemerintah tampaknya membiarkan perusahaan abnormal berjalan sendiri tanpa menunjukkan pemberian untuk membentuk aturan, infrastruktur, ataupun intensif yang bisa meringankan perusahaan dalam membangun smelter. Akibatnya hampir tidak ada perusahaan yang siap mengolah sendiri hasil tambang mineral. Perusahaan terancam gulung tikar dan balik mengancam akan melaksanakan PHK karyawan kalau larangan ekspor tetap diberlakukan.
Perusahaan juga nampaknya menggunakan para karyawan yang terlibat dalam pengelolaan tambang untuk turut menekan pemerintah lewat agresi unjuk rasa yang sudah dilakukan di Jakarta dan di Kabupaten Sumbawa Barat. Bahkan Pemkab Sumbawa Barat jelas-jelas mendukung penolakan penerapan pemberlakukan UU Minerba tersebut. Selain akan kehilangan pendapatan orisinil kawasan (PAD), Pemkab Sumbawa barat juga memperkirakan akan terjadi hal-hal lain yang merugikan kawasan serta imbas ikutannya yang diperkirakan lebih luas dari pada penerapan kebijakan tersebut.
Sikap Pemkab Sumbawa Barat yakni perilaku kompromi atas situasi dan kondisi dikala ini. Pemerintah Daerah KSB prinsipnya baiklah dengan semangat Undang-Undang Minerba, tetapi kalau proses pelaksanaannya nanti merugikan masyarakat, maka pemerintah kawasan sebagai pelayan masyarakat wajib melindungi dan menunjukkan perilaku kritis kepada pemerintah sentra yang mempunyai tanggung pribadi atas kebijakan ini. Dukungan serta penolakan yang sama juga diperkirakan akan disampaikan oleh Pemkab Timika.
Penulis sependapat dengan aneka macam kalangan bahwa pemerintah tampaknya terlihat gamang, di satu sisi pemerintah tampaknya ingin konsisten menjalankan aturan pelarangan ekspor mineral mentah itu sebagai amanat UU. Pada sisi lain pemerintah mulai khawatir pelarangan itu akan mengurangi pendapatan negara dari pajak ekspor, serta kemungkinan PHK sekitar 40 juta karyawan. Bahkan pemerintah cenderung mulai melunak.
Menteri ESDM, Jero Wacik mengatakan, dikala ini sejumlah perusahaan memang masih meminta pengecualian untuk tidak melaksanakan UU Minerba, dengan alasan mengakibatkan imbas negatif. Pihaknya tetap melaksanakan UU, tapi kepentingan negara yang lebih luas juga kami pikirkan. Menurutnya, pemerintah memahami imbas negatif penerapan aturan tersebut yakni bakal adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) jawaban pelarangan ekspor mineral mentah.
Pemerintah kini masih mempunyai cukup waktu untuk memikirkan cara mengatasi imbas negatif UU Minerba. Bagaimana caranya mengambil keputusan tanpa melanggar UU, tetapi kepentingan lain bisa kita penuhi. Mungkin tidak bisa seluruhnya juga, harus ada pengorbanan. Menurut penulis, kemungkinan besar pemerintah akan menunjukkan suplemen batas waktu tenggang antara 2 s/d 3 tahun lagi kepada perusahaan untuk menyiapkan smelter.Namun demikian, diperlukan pemerintah melaksanakan pengawasan ketat, serta membantu perusahan dengan aneka macam fasilitas sehingga perusahaan bisa membangun smelter tersebut.
*) Masdarsada yakni peneliti senior di Kajian Nusantara Bersatu. Alumnus pasca sarjana Kajian Strategik Intelijen (KSI), Universitas Indonesia
Tulisan ini yakni kiriman dari pembaca detik, isi dari goresan pena di luar tanggung jawab redaksi. Ingin menciptakan goresan pena kau sendiri? Klik di sini sekarang!
Sumber detik.com