Siswi Sma Korban Pelecehan Seksual Pertanyakan Hasil Tes Dna Ke Polri
Jakarta -Seorang siswi Sekolah Menengan Atas korban pelecehan seksual di Palangka Raya, Kalimantan Tengah, dan keluarganya mendatangi Mabes Polisi Republik Indonesia alasannya ialah mewaspadai hasil tes DNA yang dilakukan RS Bhayangkara. Korban mewaspadai hasil tes DNA anaknya yang dinyatakan tidak identik dengan pelaku pemerkosaan.
Pengacara kondang Hotman Paris, yang mendampingi korban, menjelaskan korban diperkosa pada 10 Maret 2017 ketika berusia 14 tahun. Saat itu, korban duduk di dingklik kelas 3 Sekolah Menengah Pertama di Palangka Raya. Saat ini korban berusia 15 tahun dan sudah naik ke Sekolah Menengan Atas kelas 2. Korban ditemani orang bau tanah dan bayinya.
"Korban ini mau sekolah, tiba-tiba disergap oleh pria yang usianya sekitar 6 tahun lebih bau tanah dari dia. Terus dibawa ke gudang, diperkosa," kata Hotman kepada wartawan di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo No 3, Jakarta Selatan, Senin (30/7/2018).
"Kejadian kedua, dua ahad lalu diintip lagi, dalam perjalanan ke sekolah diperkosa lagi. Sudah dua kali kan. Yang ketiga sudah mau diperkosa tertangkap lembap sama temannya dia, balasannya nggak jadi diperkosa," ungkapnya.
Setelah kejadian itu, korban tidak berani melapor ke orang bau tanah alasannya ialah menerima bahaya dari pelaku. Hingga pada April 2017, korban dihampiri ibu pelaku dan pelaku lalu melaksanakan penganiayaan kepada korban, yaitu pemukulan di wajah korban.
"Khusus atas penganiayaan itu udah divonis si pria ini," ucapnya.
Belakangan, tepatnya pada Agustus 2017, diketahui bahwa korban tengah hamil. Perut korban yang mulai membesar tidak sanggup disembunyikan lagi sampai balasannya korban menjelaskan soal pelecehan seksual itu kepada orang tuanya.
Sampai balasannya keluarga korban melaporkan pelaku ke Polsek Rakumpit. Kasus itu naik ke tingkat penyidikan pada Agustus 2017 dan korban di-USG di RS Bhayangkara sampai balasannya diketahui usia kandungannya 5 bulan.
Seiring dengan penyidikan itu, korban melahirkan bayi perempuan. Hingga pada April 2018, barulah dilakukan tes DNA terhadap si bayi untuk memastikan apakah bayi itu anak diduga pelaku atau bukan.
"Yang diambil (sampel DNA) ada 4 orang: satu bayi, kedua si korban, ketiga diduga pelaku, dan (keempat) ibu dari pelaku. Empat (sampel) diambil, dikirim ke Jakarta," ujarnya.
Namun belakangan, diketahui, dari 4 sampel DNA itu, hanya 3 sampel yang tiba di RS Polri. Keluarga korban juga kecewa karena hasil tes DNA tidak sanggup menunjukan bahwa bayi itu ialah anak terduga pelaku alasannya ialah tidak identik dengan DNA terduga pelaku.
"Ditulis bahwa tes DNA dari si pria itu nggak cocok sama bayi. Makara keluarga ini mempertanyakan seperti ada ketidakberesan dalam pengiriman sampel DNA, apakah ketukar atau sengaja ditukar dan kenapa dari 4 jadi 3. Yang mereka tahu bila tes DNA itu dari ibu si pelaku, maka nggak cocok sama DNA bayi," ungkapnya.
Hotman menambahkan pihaknya telah bertemu dengan Karo Paminal Divisi Humas Polisi Republik Indonesia Brigjen Tedy Minahasa. Menurutnya, pihak Polisi Republik Indonesia akan mengupayakan tes DNA ulang.
"Si pelaku yang diduga, si wanita, dan bayi akan dibawa ke Jakarta untuk tes DNA ulang. Karena tanpa itu, proses pidana terhadap terduga pelaku tidak sanggup (diteruskan)," ucapnya.
Sumber detik.com