Ma Terbelah Adili Kasus Kesepakatan Nikah Dengan Teman Sekantor

Jakarta -Aturan larangan kesepakatan nikah dengan sobat sekantor sedang digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam praktiknya, perkara positif tersebut membelah Mahkamah Agung (MA). Ada hakim agung yang oke dengan larangan itu, ada juga yang menolak larangan itu.
Baca Juga
Di meja persidangan, ketiga hakim itu terbelah mengadili perkara yang dialami Putri.
"Larangan menikah antara pekerja, kecuali bertentangan dengan hak asasi sesuai ketentuan Pasal 10 UU Nomor 39 Tahun 1999, bertentangan pula dengan UU Nomor 7 Tahun 1984 wacana Diskriminasi Pekerja Wanita," ujar Arief sebagaimana dikutip dari website MA, Kamis (18/5/2017).
Tidak hanya itu, larangan menikah dengan sobat sekantor juga dinilai melanggar:
1. Surat edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor 04/M/BW/1996
2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 03/Men/1989 tanggal 8 Maret 1989
3. Pasal 2 ayat 4 abjad d, Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 150 Tahun 2010.
![]() |
"Keputusan Direksi PLN Nomor 025.K/DIR/2011 tidak diterapkan untuk mem-PHK terhadap pekerja, alasannya ketentuan demikian wajib diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat 4 abjad f, Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 150 Tahun 2000. Keputusan Direksi bukan Perjanjian Kerja Bersama," kata Arief dalam sidang yang digelar pada 28 November 2014
Karena deadlock, balasannya diambil voting dengan kedudukan simpulan 2 bunyi (Mahdi-Dwi Tjahjo) lawan 1 bunyi (Arief Soedjito). Putri pun harus menelan pil pahit dan harus mengakui kekalahan secara aturan itu.
Tiga tahun berlalu, 8 karyawan ramai-ramai menggugat aturan itu ke MK. Selidik punya selidik, larangan perkawinan dengan sobat sekantor bersumber dari Pasal 153 Ayat 1 abjad f UU Ketenagakerjaan. Pasal itu berbunyi:
Pengusaha tidak boleh melaksanakan pemutusan kekerabatan kerja dengan alasan pekerja/buruh memiliki pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan, atau perjanjian kerja bersama.
Delapan karyawan ialah Jhoni, Edy Supriyanto Saputro, Airtas Asnawi, Syaiful, Amidi Susanto, Taufan, Muhammad Yunus dan Yekti Kurniasih menilai pasal di atas bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, khususnya pasal 28B ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi:
Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
Sidang pleno tersebut gres berlangsung sekali dengan mendengarkan jawaban pemerintah dan pihak terkait ialah Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Adapun dewan perwakilan rakyat tidak datang. Rencananya, sidang akan digelar lagi pada awal Juni 2017 dengan mendengarkan pihak terkait lainnya.
Sumber detik.com