Berujung Phk, Korban Larangan Kawini Teman Sekantor Terus Muncul

Berujung PHK, Korban Larangan Kawini Teman Sekantor Terus MunculIlustrasi (dok.detikcom)

Jakarta -Aturan perusahaan yang melarang perkawinan antarkaryawan dinilai merugikan. Atas hal itu, delapan karyawan BUMN menggugat UU Ketenagakerjaan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurut penggugat, aturan itu malah merugikan pengusaha alasannya butuh biaya besar menyeleksi dan mendidik karyawan. Tapi uang itu terbuang sia-sia alasannya harus memecat karyawan yang menjalankan perintah agama, yaitu menikah.

Baca Juga

"Perlu diketahui, dari pihak pemerintah dan pihak Apindo dalam satu bulan ini kami sudah kehilangan putra/putri bangsa Indonesia yang terbaik," kata pemohon, Jhoni Boetja, sebagaimana dikutip dari website MK, Selasa (16/5/2017).

Dalam satu bulan terakhir, pemohon mencatat PHK dengan alasan sejenis, yaitu di Makassar, Bengkulu, Padang, dan Jambi.

"Kemarin dua orang yang di-PHK alasannya melaksanakan perkawinan yang tanpa disengaja alasannya dalam diklat ia bertemu, kesannya berjodoh, ia kawin, kesannya di-PHK," ujar Jhoni.

Aturan perkawinan dengan teman sekantor diatur dalam Pasal 153 ayat 1 aksara f UU Ketenagakerjaan. Pasal itu berbunyi:

Pengusaha tidak boleh melaksanakan pemutusan kekerabatan kerja dengan alasan pekerja/buruh memiliki pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Pasal itu menjadi dasar aturan bagi perusahaan menciptakan perjanjian kerja yang melarang sesama karyawan menikah. Menurut hakim konstitusi Suhartoyo, syarat sahnya perjanjian ialah adanya kesepakatan. Namun apakah dapat dicapai kesepakatan bila posisi calon karyawan harus berhadapan dengan perusahaan, antara pencari dan pemberi upah.

"Secara substansial, aku ingin tahu klarifikasi dari pemerintah itu, kesepakatan yang menyerupai apa yang bergotong-royong dibentuk para pihak itu dikala menciptakan perjanjian ini. Karena syarat yang paling utama untuk orang bersepakat itu ialah duduk sama rendah, bangun sama tinggi. Bagaimana dikala ini pengusaha atau perusahaan, 'You jikalau mau kerja di sini dengan peraturan menyerupai ini. Kalau tidak mau, silakan cari kerjaan lain'. Sementara yang pekerja menyerupai apa. 'Saya ini butuh pekerjaan, cari pekerjaan kini sangat sulit. Saingan pekerja, tenaga kerja banyak sekali. Mau tidak mau, aku ikut menandatangani atau turut kesepakatan yang dibentuk menyerupai ini'," papar Suhartoyo dalam sidang pada Senin (15/5) kemarin.

Sumber detik.com

Artikel Terkait

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel