Aphi Minta Pemegang Izin Lahan Terbakar Tetap Beroperasi Sambil Merehabilitasi
Pekanbaru -Pemerintah dibutuhkan memberi kesempatan pemegang izin perjuangan pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) untuk tetap beroperasi dan melaksanakan rehabilitasi penanaman pada lahan eks kebakaran yang ada di dalam konsesi. Hal itu untuk mencegah lahan menjadi areal terbuka yang kembali sanggup menjadi sumber api.
Demikian disampaikan Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Rahardjo Benyamin, Rabu (16/12/2015). Rahardjo menjelaskan, dengan memperlihatkan kesempatan untuk mengelola kembali konsesi tersebut pasca terbakar, pemerintah sanggup melaksanakan pengawasan ketat semoga pelaksanaan penanaman transparan.
"Sementara untuk areal dengan tingkat kerawanan sosial tinggi, kegiatan penanaman sanggup dilakukan dengan kegiatan kemitraan antara masyarakat dan perusahaan pemegang izin," kata Rahardjo.
"Akibat hukuman tersebut dikala ini sekitar 1 juta hektar lahan tidak sanggup dioperasikan. Sampai dikala ini tidak ada kepastian kapan pembekuan izin dicabut meski perusahaan telah mengupayakan untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan," kata Rahardjo.
Selain hukuman pembekuan, pemerintah juga bereaksi dengan tidak mengizinkan penyiapan lahan gres untuk penanaman pada lahan gambut, sementara lahan eks kebakaran diambil alih pemerintah. Ketentuan ini rencananya akan dituangkan dalam bentuk peraturan pemerintah.
Kebijakan pembekuan dan pencabutan izin serta pengembalian areal kepada pemerintah seharusnya tidak sanggup berlaku surut sebelum ada ketentuan yang mengatur.
Dampak yang sangat dikhawatirkan yakni PHK karyawan serta pemutusan kontrak kerjasama dengan kontraktor dan suplier.
Lebih jauh Rahardjo menyebutkan, saat ini terdapat sekitar 1 juta tenaga kerja baik eksklusif maupun tidak eksklusif yang terserap dalam kegiatan pembangunan hutan tanaman industri.
"Situasi tersebut sanggup menciptakan keresahan meluas di kalangan karyawan dan masyarakat sebagai tenaga kerja eksklusif maupun tidak langsung, yang berpotensi menjadikan gejolak sosial di daerah yang terkena pembekuan dan pencabutan izin," kata Rahardjo.
Kebijakan pemerintah tersebut dinilai APHI, telah menjadikan ketidakpastian perjuangan dan ketidakpastian aturan bagi pemegang izin kehutanan yang telah berinvestasi sesuai dengan luasan areal dan masa konsesi izin. Dampaknya serius, berupa turunnya pasokan materi baku industri, terutama serpih dan bubur kayu.
"Indikasinya pasokan materi baku kayu dari hutan tanaman industri pada triwulan III tahun 2015 sebesar 6,56 juta m3 turun 29% dibandingkan triwulan II tahun 2015 yang sebesar 9,26 juta m3. Penurunan terjadi terutama dari daerah peristiwa kebakaran hutan dan lahan," papar Rahardjo.
Kondisi tersebut, lanjut Rahardjo, sanggup berujung pada melemahnya kinerja ekspor, menurunnya devisa, perolehan pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berakibat pada melemahnya perekonomian nasional. Penerimaan devisa dari industri pulp dikala yang mencapai 5,6 miliar dolar AS dipastikan akan menurun tajam pada tahun 2015 dan pada tahun-tahun mendatang.
Untuk itu, Rahardjo berharap semoga pemerintah sanggup mengizinkan kembali kegiatan operasional IUPHHK. Ini untuk untuk menghidari stagnasi kegiatan di lapangan dan meninjau ulang kebijakan pembekuan dan pencabutan izin.
"Ke depan seyogyanya diarahkan pada pelatihan kepada pemegang izin," katanya.
Sementara terhadap lahan gambut yang telah dikelola oleh pemegang izin dengan tata kelola air yang baik atau tidak terbukti melaksanakan pembakaran, pemerintah dibutuhkan tetap memberi kesempatan untuk menuntaskan pembangunan hutan tanaman sesuai areal yang diitetapkan, sebelum adanya kajian survei topografi secara detail untuk penetapan fungsi lindung dan fungsi budidaya.
Rahardjo menegaskan penyelesaian permasalahan kebakaran hutan dan lahan perlu dilakukan secara kolaboratif bersama alasannya yakni kebakaran terjadi bukan hanya di areal pemegang izin, tetapi juga di hutan negara lainnya menyerupai hutan lindung dan hutan konservasi. Bahkan kebakaran bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di beberapa negara di potongan dunia dari Amerika hingga Australia.
"APHI memastikan akan mendukung pemerintah dalam penataan dan pengelolaan lahan gambut. Untuk itu upaya-upaya tata kelola yang baik pemegang izin, menyerupai tata kelola air, hasil survei topografi baik dari hasil survei lapangan maupun dengan memakai teknokogi sepert LIDAR, semoga sanggup diintegrasikan dengan hasil survey pemerintah sehingga sanggup meliputi satu tempat ekosistem lanskap," tutup Raharjo.
Sumber detik.com