Usaha Kecil, Merek Global, Dan Ekonomi Rest Area

Jakarta -
3i Networks Presiden Joko Widodo angkat perisai membela jenama anak negeri. Presiden melontarkan pernyataan perihal pentingnya memberi ruang khusus untuk merek-merek lokal di kantong-kantong bisnis tempat peristirahatan (rest area) jalan tol. Selain pertaruhan eksistensi, ini tentu menyangkut muruah. Harga diri. Pertaruhan tuah slogan menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
3i Networks Roda ekonomi rest area memang menggiurkan. Satu-satunya hub bisnis yang tak pernah tidur. Beroperasi 24 jam dalam sehari, dan 7 hari dalam seminggu. Ceritanya lebih manis lagi ketika memasuki puncak mobilitas. Seperti final pekan atau siklus pulang kampung tiba. Rest area kolam arena bermain di ekspresi secara umum dikuasai liburan. Antrean kendaraan beroda empat mengular. Pundi-pundi bergulir.
3i Networks Maka masuk nalar bila mencuat keinginan semoga potensi itu diarahkan untuk mendorong pemain ekonomi lokal. Mengerek distribusi kesempatan menikmati makanan ringan manis ekonomi secara adil. Membuka ruang peluang. Terutama buat pedagang kaki lima atau pedagang asongan. Entitas pelaku ekonomi yang acapkali termarginalkan. Yang terakhir ini, juga semoga tak melawan bahaya, menjajakan dagangan dengan menyisip kendaraan di tengah kemacetan.
3i Networks Cukup beralasan ungkapan kegelisahan Presiden melihat daya tarik si merek global. Jenama yang disebut Presiden menyerupai KFC, Starbucks, dan Mc Donald maupun merek-merek global lain memang kian menggurita. Terutama di tempat-tempat tertentu. Di belantara resto, kedai kopi, hingga fashion yang digandrungi, mereka jadi market leader.
3i Networks Menemukan restoran waralaba ternama berjaringan global kerap lebih mudah. Sebaliknya, mencari penjual pecel atau warung yang menyajikan pisang goreng dan serbat menyerupai berburu sesuatu yang langka.
3i Networks Menengok keberadaan jenama mondial (merek global) erat dengan seni manajemen positioning pemasaran. Ada kepiawaian membaca pasar di sana. Meneroka di balik selera serta sikap konsumen yang dinamis dan kadang unpredictable.
3i Networks Tuntutan ataupun mengamini keberpihakan pengampu kebijakan ialah hal lumrah. Karena ada saatnya kehadiran pemerintah menengahi diperlukan. Meski tak elok juga bila hingga menggelar karpet merah buat jenama lokal. Sepintas nampak tidak fair. Tapi, anggaplah kita menerima ini sebagai implementasi filosofi ekonomi Pancasila. Berkeadilan. Mendudukkan peluang pada porsi yang berimbang. Itu argumentasi pembenarannya. Meski, sekali lagi terdengar tak logis diterapkan di masa persaingan bebas.
3i Networks Skala ekonomi yang menggerakkan bisnis rest area memang punya gizi mumpuni. Ia bertenaga. Sebab segmennya orang berada. Yaitu, para pengendara roda empat. Mereka yang dalam prinsip konsumsi tak hanya melihat asas fungsional. Tapi, juga memenuhi dahaga emosional.
3i Networks Fungsi kedua itulah yang membuka jalan dominasi sang jenama mondial. Mereka kian tak terbendung. Hadir menjawab kebutuhan di segmen captive market dengan pendekatan budaya. Pada titik ini, merek lokal acapkali tersungkur. Terutama yang mengarungi samudera berdarah (red ocean) dengan pengetahuan alakadarnya. Tanpa pengelolaan merek alih-alih berharap go international.
3i Networks Sang jenama mondial, yang disebut-sebut Presiden, hadir mengetengahkan konsep gaya hidup kosmopolitan. Di balik cawan aroma kopinya yang menggugah nan berkelas, Starbucks memberikan kemewahan massal (mass luxury). Kemewahan yang bukan diukur dari harga. Tapi, dari suasana yang disajikan. Atmosfer yang dibangun. Meski banyak yang menggandakan seni manajemen kedai kopi tersebut, sang penggerak tetap tangguh tak tergusur.
3i Networks Menurut Doughlas Holt dan Doughlas Cameron dalam buku mereka Cultural Strategy (2010), ada formula diam-diam di balik kesuksesan Starbucks mendominasi pasar di segmennya. Mereka berhasil mengelaborasi empat kekuatan secara beruntun. Yaitu ekspresif secara kultural, langkah entrepreneurship yang taktis, penemuan kompetitif, dan adaptaptif terhadap selera pasar. Tuah seni manajemen sang jenama mondial inilah yang menciptakan mereka seolah tampak megalomania.
3i Networks Melihat realitas dominasi jenama mondial tentu memang menjadikan tanya. Sebab "sang tamu" tampak lebih mengenal rumah ketimbang si empunya rumah sendiri. Kenyataan yang jamak kita jumpai di hampir semua sektor ekonomi. Lalu, dengan enteng disumpahi sebagai dampak (baca: kekalahan) adopsi liberalisasi, laknat mantra leizes faire atau frasa kutukan sumber daya. Seperti kerap terdengar sumir dari pojok diskursus bertema mandiri sektor industri migas.
3i Networks Kita menyerupai lupa bahwa di masa pasar bebas mereka yang dilabeli sebagai agen-agen kapitalisme bisa lebih alim dari pemuka agama. Bahkan lebih berbudaya dari produk budaya luhung. Ian Bremmer menyebutnya sebagai kepiawaian kapitalisme berjubah kamuflatif untuk merawat eksistensi. Insting bertahan yang membuatnya selalu relevan.
3i Networks Sudahlah. Menyalahkan jenama mondial dengan segala keunggulan yang dimilikinya tak mengubah keadaan. Toh mereka semakin digandrungi. Bahkan disambut kolam tamu agung. Lihatlah ketika Pizza Hut, Mc Donald, atau KFC membuka cabang pertamanya di kabupaten/kota. Gerainya sesak. Masyarakat berbondong-bondong menyerbu. Bak ada pembagian sembako gratis untuk warga tak mampu. Juga menyerupai konser artis ternama ibu kota yang telah usang ditunggu.
3i Networks Di satu sisi hal ini patut disyukuri. Bisa jadi merefleksikan optimisme daya beli. Namun, di ketika bersamaan realitas itu menjadi koreksi. Amat disayangkan, hasrat konsumtif masyarakat belum diimbangi dengan produktivitas melahirkan merek-merek jawara laiknya yang digandrungi.
3i Networks Tak ayal, sikap terbaik yang mestinya dipetik dari ungkapan kegelisahan Presiden ialah memacu sistem negara semoga bekerja efektif. Lembaga terkait yang mengurusi hal ini, menyerupai Kemenkop UKM dan Badan Ekonomi Kreatif mesti berkaca. Sudah sejauh mana mereka menjalankan kiprah melahirkan pelaku-pelaku ekonomi kelas dunia yang disokong oleh ekonomi rakyat. Pelaku kelas dunia yang bukan anak konglomerasi tertentu.
3i Networks Model ekonomi yang dibangun oleh Jepang bisa jadi rujukan. Di mana chuushoukigyou atau small medium enterprise menjadi penyokong ekonomi negara. Menyitir catatan Organisation For Economic Co-Operation and Development, chuushoukigyou berperan menyerap 70 persen tenaga kerja secara nasional. Bahkan ditengarai menyumbang hingga 99,7 persen terhadap kegiatan industri di Negara Matahari Terbit tersebut.
3i Networks Kenyataan serupa kita harapkan menjadi muara koreksi yang disampaikan Presiden. Kegelisahan melihat semakin tersisihkannya pemain film lokal di tengah hegemoni merek global di Tanah Air mesti diterjemahkan secara nyata dan produktif. Tak ada yang salah dengan keberadaan jenama mondial Starbucks cs. Sebaliknya, jadikan mereka sebagai benchmark untuk melangkah maju.
3i Networks Jusman Dalle Direktur Eksekutif Tali Foundation dan Praktisi Ekonomi Digital